I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Negara Indonesia memiliki
keanekaragaman jenis burung yang tinggi. Jenis-jenis burung telah lama dikenal
oleh masyarakat walaupun tidak semua jenis burung, akan tetapi kecintaan dan
perhatihan masyarakat terhadap jenis burung liar yang sangat begitu kurang.
Begitu juga peneliti-peneliti dan hobi mengamati burung di alam belum dilakukan
di negara kita (Iskandar, 1989).
Indonesia merupakan negara keempat
di dunia yang memiliki keanekaragaman jenis burung setelah Columba dan Peru.
Menurut penelitian jenis-jenis burung di Indonesia ini sangat luar biasa,
terdapat 1531 jenis burung, 381 jenis diantaranya adalah endemik. Sumatra
merupakan salah satu pulau yang sangat kaya dengan jenis burung setelah Irian
Jaya. Di Sumatra terdapat 464 jenis burung, 138 jenis diantaranya juga dijumpai
di kawasan Sunda, 16 jenis burung hanya ditemui di Pulau Jawa dan Sumatra, dan
11 jenis di Kalimantan dan Sumatra. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa
burung memiliki kekayaan jenis yang tinggi. Untuk itu penting bagi kita
mempelajari cara mengamati dan mengidentifikasi burung (Iskandar, 1989).
Burung
merupakan salah satu kelas hewan vertebrata yang memiliki bentuk tubuh yang
khas sehingga dengan bentuk tubuh tersebut kelompok hewan ini terbukti sangat
berhasil dalam penyebarannya memperbanyak habitat di permukaan bumi. Mengenai
jumlah jenisnya di dunia, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa ada 9000
jenis dan ada pula yang menyatakan sebanyak 8900 jenis, serta juga ada yang
menyatakannya sebanyak 8805 jenis yang tersebar pada berbagai tipe habitat,
mulai dari pinggir pantai hingga pegunungan. Bahkan beberapa jenis ada yang
mampu berbiak pada ketinggian 6000 m dari permukaan laut. Kelas aves terbagi
dalam dua subkelas yaitu Archeonithes dan Neornithes yang terdiri dari 32 ordo
dan 174 famili. Di Indonesia telah dijumpai sebanyak 1539 jenis, 381
diantaranya merupakan endemik Indonesia. Sementara di sumatera telah tercatat
sebanyak 600 jenis (Tim Taksonomi Hewan Vertebrata, 2009).
Aves adalah hewan yang paling dikenal orang, karena dapat dilihat
dimana-mana, aktif di siang hari dan memiliki bagian yang unik yaitu bulu indah
untuk menutupi tubuh. Aves berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu avis yang berarti burung. Kekhasan dari
Kelas Aves yaitu adanya bulu yang menutupi tubuh. Terdiri atas >9600 spesies
yang kosmopolitan di seluruh permukaan bumi. Jumlah ini melampaui jumlah
Vertebrata lainnya, kecuali Chondrichthyes dan Osteichthyes (Jasin, 1992).
Burung
memiliki kepentingan ekonomi, sebagian dari mereka dapat dijadikan sebagai
hewan peliharaan dan hewan ternak yang mana dapat diperdagangkan, burung ini
juga dapat dijadikan sumber bahan makanan karena mengandung protein yang
tinggi. Selain bernilai ekonomi burung juga bernilai ilmiah seperti burung
dijadikan sebagai indikator lingkungan, dan bahan penelitian ilmiah (Jasin,
1992)
Menurut Djuhanda (1983), tidak ada
adaptasi gerakan lain yang menghendaki sebegitu banyak pengkhususan struktur
Aves selain daripada terbang dan semua burung terbang atau keturunan penerbang.
Yang menarik perhatian yaitu perbedaannya dengan Reptil bahwa burung itu kelas
yang paling homogen dan dapat dikenal dari semua kelas-kelas Tetrapoda.
Bagaimanapun juga untuk semua sifat-sifat diantara hewan-hewan hidup, burung tidak
begitu banyak berbeda dari reptilia tertentu yang menjadi nenek moyangnya. Oleh
karena itu, pengenalan Aves melalui ciri-ciri morfologinya sangat diperlukan
untuk membedakannya dari kelas-kelas vertebrata yang lain, sekaligus dapat
diketahui hubungan kekerabatan dengan kelas lain di vertebrata.
Aves memiliki kemampuan mobilitas
yang tinggi sehingga penyebarannya sangat luas. Penyebaran itu didukung oleh
kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan
dimana mereka dapat hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mereka
tempati (Bufallo, 1969).
Aves
merupakan salah satu kelas dalam sub
phylum vertebrata yang terdiri dari banyak jenis dan bentuk yang beranekaragam.
Untuk itu penting bagi kita untuk mengetahui morfologi dan mengidentifikasi
jenis-jenis aves untuk kemudian bisa membuat kunci determinasinya.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah
untuk mengetahui dan mengenal karakteristik atau ciri-ciri morfologi dari
beberapa jenis aves, mampu untuk mengidentifikasinya dan dapat membuat kunci
determinasidri kelas aves.
1.3 Tinjauan Pustaka
Burung atau aves adalah salah satu
kelompok yang paling banyak dan paling terkenal di dunia. Mereka berdarah panas
seperti mamalia tetapi lebih dekat kekerabatannya dengan reptil, mereka
berkembang sejak 135 juta tahun yang lalu. Semua burung lebih dulu bernenek
moyang dari fosil burung pertama, yaitu Archaeopteryx (Mac Kinnon, 1991).
Kelas
Aves adalah kelas hewan vertebrata yang berdarah panas dengan memiliki bulu dan
sayap. Tulang dada tumbuh membesar dan memipih, anggota gerak belakang
beradaptasi untuk berjalan, berenang dan bertengger. Mulut sudah termodifikasi
menjadi paruh, punya kantong hawa, jantung terdiri dari empat ruang, rahang
bawah tidak mempunyai gigi karena gigi-giginya telah menghilang yang digantikan
oleh paruh ringan dari zat tanduk dan berkembang biak dengan bertelur. Kelas
ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber makanan, hewan ternak, hobi dalam
peliharaan. Dalam bidang industri bulunya dapat dimanfaatkan contohnya baju,
hiasan dinding, dan lainnya. (Mukayat, 1990).
Anggota
kelas aves memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya,
sehingga hewan ini mampu bertahan dan berkembang biak pada suatu tempat.
Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk
penerbangan yang efisien. Yang paling utama di antara semuanya adalah sayap.
Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung untuk terbang jauh mencari
makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai
adaptasi yang membantu hewan ini lolos dari pemangsanya. Adanya burung-burung
yang tidak memiliki sayap yang hidup di Antartika, Selandia Baru dan
daerah-daerah lain yang jarang ada pemangsanya membuktikan hal ini (Kimball,
1983).
Kelas aves memiliki kemajuan bila
dibandingkan dengan kelas-kelas yang mendahuluinya dalam hal; 1. Tubuh
mempunyai penutup yang bersifat isolasi, 2. Darah vena dan arteri terpisah
secara sempurna dalam sirkulasi pada jantung, 3. Pengaturan suhu tubuh, 4.
Rata-rata metabolisme aves tinggi, 5. Mempunyai kemampuan untuk terbang, 6.
Suaranya berkembang dengan baik, 7. Menjaga anaknya dengan baik dan cara khusus
(Jasin, 1992).
Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam
berbagai cara untuk penerbangan efisien. Yang paling utama dari semua ini tentu
saja adalah sayap. Meskipun sekarang sayap itu bisa memungkinkan burung untuk
terbang jarak jauh untuk mencari makanan yang cocok dan berlimpah. Mungkin saja
sayap itu dahulu timbul sebagai adaptasi yang membantu mereka meloloskan diri
dari pemangsanya (Kimball, 1999).
Adanya bulu pada burung merupakan karakter spesifik yang menunjukkan jenis
burung. Sayap merupakan adaptasi dari burung yang jelas untuk terbang.
Merupakan airfoil yang menggambarkan prinsip aerodinamika. Sisik pada kaki
burung merupakan sisa evolusi dari reptil. Bulu adalah salah satu adaptasi
vertebrata yang paling luar biasa karena sangat ringan dan kuat. Bulu terbuat
dari keratin, protein yang juga menyusun rambut dan kuku pada mammalia dan
sisik pada reptilia. Pertama kali, burung merupakan hewan yang memiliki sayap
sebagai penyekat selama evolusi hewan endoterm, setelah itu baru dimanfaatkan
sebagai peralatan terbang. Selain itu bulu juga dapat dimanipulasi untuk
mengntrol pengerukan udara di sekitar sayap (Kimball, 1999).
Bulu
adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain. Hampir
seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu, yang secara filogenetik berasal dari
epidermal tubuh, yang pada reptile serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu
aves bermula dari papil dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis.
Dasar bulu itu melekuk ke dalam pada tepinya sehingga terbentuk folikulus yang
merupakan lubang bulu pada kulit. Selaput epidermis sebelah luar dari kuncup
bulu menanduk dan membentuk bungkus yang halus, sedang epidermis membentuk
lapisan penyusun rusuk bulu.Sentral kuncup bulu mempunyai bagian epidermis yang
lunak dan mengandung pembuluh darah sebagai pembawa zat-zat makanan dan proses
pengeringan pada perkembangan selanjutnya (Jasin, 1992).
Umumnya burung mengalami pergantian bulu sekali dalam
satu tahun, tetapi burung kolibri betina mengalami pergantian bulu sekali dalam
dua tahun.Pergantian bulu biasanya terjadi sebelum atau sesudah
perkembangbiakan. Namun ada juga yang mengalami pergantian bulu parsial oleh
sebab tertentu. Pergantian bulu burung dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain faktor fisiologis yaitu adanya hormon tiroksin. Sempurnanya bulu setiap
spesies burung sejak menetas sampai dewasa berbeda-beda. Ada beberapa spesies
burung yang pada saat menetas telanjang /tidak memiliki bulu. Bulu pada saat
menetas disebut dengan natal plumage. Sebagian besar spesies burung memiliki
jumlah bulu bervariasi pada saat menetas, hanya beberapa deret bulu pada
spesies altrical (misalnya merpati) atau seluruh tubuh tertutup bulu
pada burung precocial muda (misal ayam) (Anonymous,
2010).
Bulu
adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain. Hampir
seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu, yang secara filogenetik berasal dari
epidermal tubuh, yang pada reptile serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu
aves bermula dari papil dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis.
Dasar bulu itu melekuk ke dalam pada tepinya sehingga terbentuk folikulus yang
merupakan lubang bulu pada kulit. Selaput epidermis sebelah luar dari kuncup
bulu menanduk dan membentuk bungkus yang halus, sedang epidermis membentuk
lapisan penyusun rusuk bulu.Sentral kuncup bulu mempunyai bagian epidermis yang
lunak dan mengandung pembuluh darah sebagai pembawa zat-zat makanan dan proses
pengeringan pada perkembangan selanjutnya (Jasin, 1992).
Pada bagian mulut terdapat bagian
yang terproyeksi sebagai paruh (
Rostrum) yang terbentuk oleh maxila pada ruang bagian atas dan mandibula
pada ruang bagian bawah. Pada bagian luar dari rostrum dilapisi oleh
pembungkus zat tanduk dan pada kelompok
burung Neornithes tidak bergigi. Tubuhnya dibungkus oleh kulit, pada
kulit terdapat bulu yang merupakan hasil derivat epidermis menjadi bentuk yang
ringan, fleksibel, dan sebagai sebagai pembungkus tubuh yang sangat resisten
(Jasin, 1992).
Burung pada umumnya mempunyai kulit yang tipis,
mengandung keratin sedikit sekali. Hubungan dengan jaringan yang ada
disebelahnya tidak erat. Struktur tambahan dari kulit ialah bulu mengalami
penandukan kuat sekali. Bagian bawah kaki dan jari, ditutupi oleh sisik tanduk
yang terdapat pada Archosauria dan ini mengelupas. Paruh juga mengalami
penandukan (Djuhanda, 1983).
Burung
berkembang biak dengan bertelur. Telur
burung mirip telur reptil, hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur.
Beberapa jenis burung seperti burung maleo
dan burung gosong,
menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah,
tanah pasir pantai yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih
mengerami, burung-burung ini membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk,
panas matahari, atau panas bumi menetaskan telur-telur itu. persis seperti yang
dilakukan kebanyakan reptil. Akan
tetapi kebanyakan burung membuat sarang,
dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa
dibuat secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu atau sekedar
kaisan di tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan
tidak mudah terguling. (Anonimous, 2010).
Walaupun kebanyakan burung mampu terbang, terdapat beberapa spesies yang
tidak mapu terbang seperti burung penguin, unta, rea, emu, kiwi, dan lain-lain.
Burung adalah oviparous atau bertelur, kadang kala kedua pasangan akan bergilir
(penguin) dan dalam setengah spesies burung hanya burung jantan yang akan
mengerami telur. Terdapat juga spesies burung yang bertelur dalam sarang burung
burung lain untuk dieramkan oleh burung lain (Jasin,
1992).
Burung ada pula yang memiliki cakar tajam untuk mencengkram mangsanya,
cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan sarasah, cakar berselaput untuk
berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek mangsa. Tipe-tipe cakar ini
merupakan adaptasi dari pengaruh habitat dan fungsinya. Burung berkembang biak
dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya saja cangkangnya lebih
keras karena mengandung zat kapur. Burung kebanyakan mengerami telurnya, tapi
ada beberapa jenis burung yang menimbunnya dalam pasir atau sarasah seperti
burung Maleo dan burung Gasong. Sebagai ganti mengerami telur burung-burung ini
mengandalkan panas bumi dan fermentasi dari sarasah/sampah yang membusuk persis
seperti yang dilakukan kebanykan reptil (Djuhanda, 1983).
Untuk
mengidentifikasi burung, warna merupakan cara identifikasi utama, kemudian
dilanjutkan dengan melihat pola warna bulu-bulu burung tersebut. Pengklasifikasian
lebih lanjut perlu diketahui ukuran, keistimewaannya, ciri-ciri khusus, tingkah
laku, cara terbang, dan tempat burung tersebut ditemukan (Mackinnon et.al, 1998).
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 9 Mei 2011 di Laboratoium Taksonomi Hewan, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang.
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah vernier caliper, penggaris, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Lonchura striata, Columba livia, dan Ploceus philipinus.
2.3 Cara Kerja
Dipegang objek yang dibawa pada bagian tarsusnya dengan menjepitnya diantara jari telunjuk dan jari tengah untuk kepala, dan menjepit kaki dengan jari manis dan kelingking. Jangan terlalu keras, karena bisa menyakiti objek yang sedang dipegang. Diamati dan kemudian dilakukan pengukuran parameter untuk bagian-bagian tubuh seperti diameter tarsus (DT), panjang tarsus (PT), panjang kepala (PK), lebar kepala (LK), lebar paruh (LP), panjang paruh (PP), panjang total (PT), panjang ekor (PE), panjang sayap (PS), panjang syap lengkung (PSL), warna sayap, tipe ekor, tipe paruh, tipe cakar, dan warna ekor . Setelah itu dicatat data pengukurannya pada tabel, kemudian dibuat kunci determinasinya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi
3.1.1 Lonchura striata
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Estrildidae
Genus : Lonchura
Spesies : Lonchura striata Horsfield and Moore 1856 (Wikispesies, 2011)
Dari pengamatan dan pengukuran pada Lonchura striata jantan maka di peroleh hasil sebagai berikut: diameter tarsus (DT) 1,6 mm, panjang tarsus (PT) 15 mm, panjang kepala (PK) 25 mm, lebar kepala (LK) 12,8 mm, lebar paruh (LP) 7,7 mm, panjang paruh (PP) 11 mm, panjang total (PT) 120 mm, panjang ekor (PE) 44 mm, panjang sayap (PS) tidak di lakukan pengukuran, panjang syap lengkung (PSL) tidak di lakukan pengukuran, warna sayap coklat, tipe ekor bertakik, tipe paruh hawfinch, tipe cakar jarak, dan warna ekor abu-abu.
Dari pengamatan dan pengukuran pada Lonchura striata betina maka di peroleh hasil sebagai berikut: diameter tarsus (DT) 0,6 mm, panjang tarsus (PT) 10 mm, panjang kepala (PK) 25 mm, lebar kepala (LK) 13 mm, lebar paruh (LP) 6 mm, panjang paruh (PP) 10 mm, panjang total (PT) 115 mm, panjang ekor (PE) 31,3 mm, panjang sayap (PS) tidak di lakukan pengukuran, panjang syap lengkung (PSL) tidak di lakukan pengukuran, warna sayap coklat, tipe ekor bertakik, tipe paruh hawfinch, tipe cakar jarak, dan warna ekor abu-abu.
Family Estrildidae berukuran agak kecil, pemakan biji-bijian, memiliki paruh yang kuat, menjadi hama bagi petani, dan sangat dekat dengan manusia. Tubuhnya berwarna coklat tua dengan coretan putih halus, tunggir putih, perut putih dengan coretan coklat, mata hitam, iris coklat tua, ekor runcing dan berwarna hitam (Mackinnon et.al, 1998).
Lonchura striata adalah sebuah genus burung kecil yang tersebar di seluruh dunia, genus ini memiliki lebih dari 30 spesies. Burung ini memiliki tubuh yang kecil dan suka memakan padi, dan paruhnya pendek, kuat, tebal ujung paruh sedikit bengkok, paruh atas lebih panjang dari paruh yang di bawah dan berbentuk kerucut (Brotowidjoyo, 1990).
3.1.2 Columba livia
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Family : Columbidae Genus : Columba
Spesies : Columba livia Gmelin1789 ( Wikispesies, 2011)
Dari pengamatan dan pengukuran pada Columba livia maka di peroleh hasil sebagai berikut: diameter tarsus (DT) 12,3 mm, panjang tarsus (PT) 72,225 mm, panjang kepala (PK) 62,3 mm, lebar kepala (LK) 26,3 mm, lebar paruh (LP) 12,11 mm, panjang paruh (PP) 22,4 mm, panjang total (PT) 313 mm, panjang ekor (PE) 113 mm, panjang sayap (PS) 25 mm, panjang syap lengkung (PSL) 220 mm, pada warna sayap, tipe ekor, tipe paruh, tipe cakar dan warna ekor tidak di lakukan pengamatan.
Columba livia termasuk dalam famili Columbidae dari ordo Columbiformes, yang mencakup sekitar 300 spesies burung kerabat pekicau. Dalam percakapan umum, istilah "dara" dan "merpati" dapat saling menggantikan. Dalam praktik ornitologi, terdapat suatu kecenderungan "dara" digunakan untuk spesies yang lebih kecil dan "merpati" untuk yang besar, namun hal ini tidak secara konsisten diterapkan, dan secara historis nama umum untuk burung-burung tersebut memiliki banyak variasi antara istilah "dara" dan "merpati." Famili ini terdapat di seluruh dunia, namun varietas terbesar terdapat di Indomalaya dan Ekozona Australasia. Dara dan merpati muda disebut "squabs" (Chrome, 1991).
Merpati dan dara adalah burung berbadan gempal dengan leher pendek dan paruh ramping pendek dengan cere berair. Spesies yang umumnya dikenal sebagai "merpati" adalah merpati karang liar, umum digunakan di banyak kota. Dara dan merpati membangun sangkarnya dari ranting dan sisa-sisa lainnya, yang ditempatkan di pepohonan, birai, atau tanah, tergantung spesiesnya. Mereka mengerami satu atau dua telur, dan kedua induknya sangat memedulikan anaknya, yang akan meninggalkan sangkarnya setelah 7 hingga 28 hari. Dara makan biji, buah dan tanaman. Tidak seperti kebanyakan burung lainnya (namun lihat juga flamingo), dara dan merpati menghasilkan "susu tembolok." Kedua jenis kelamin menghasilkan zat bernutrisi tinggi ini untuk memberi makan anaknya (Chrome, 1991).
3.1.3 Ploceus philipinus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Family : Ploceidae Genus : Ploceus
Spesies :Ploceus philippinus Linnaeus, 1766 (Wikispesies, 2011)
Dari pengamatan dan pengukuran pada Ploceus philippinus jantan maka di peroleh hasil sebagai berikut: diameter tarsus (DT) 2,1 mm, panjang tarsus (PT) 23 mm, panjang kepala (PK) 26,1 mm, lebar kepala (LK) 5 mm, lebar paruh (LP) 6,2 mm, panjang paruh (PP) 18 mm, panjang total (PT) 130 mm, panjang ekor (PE) 50 mm, panjang sayap (PS) 70 mm, panjang syap lengkung (PSL) 65 mm, pada warna sayap, tipe ekor, tipe paruh, tipe cakar dan warna ekor tidak di lakukan pengamatan.
Dari pengamatan dan pengukuran pada Ploceus philippinus betina maka di peroleh hasil sebagai berikut: diameter tarsus (DT) 10,45 mm, panjang tarsus (PT) 45,10 mm, panjang kepala (PK) 45,25 mm, lebar kepala (LK) 32,10 mm, lebar paruh (LP) 18,15 mm, panjang paruh (PP) 20,45 mm, panjang total (PT) 128 mm, panjang ekor (PE) 45 mm, panjang sayap (PS) 70 mm, panjang syap lengkung (PSL) 75 mm, pada warna sayap, tipe ekor, tipe paruh, tipe cakar dan warna ekor tidak di lakukan pengamatan.
Ploceus philippinus atau di kenal dengan burung manyar (weaver bird) dari asal katanya weaver yang berarti penenun , dipakainya istilah burung penenun ini karena burung ini sangat trampil menenun ranting, daun dan serat tumbuhan menjadi sarang yang indah. Burung manyar termasuk burung passerine kecil yang dekat dengan jenis finch. Masuk dalam bangsa burung penyanyi (Passeriformes). Habitatnya kebanyakan di daerah Sahara sub Afrika ,dan beberapa bisa ditemui di daerah tropis Asia maupun di Australia. Ciri ciri jantan biasanya lebih berwarna dan cerah, biasanya di merah atau kuning dan hitam, beberapa jenis memperlihatkan variasi di warna hanya pada musim kawin (Birdlife, 2008).
Manyar adalah burung sosial yang hidup secara berkelompok. Burung membangun sarang mereka bersama-sama, sering beberapa ke satu cabang pohon. Biasanya burung laki-laki menenun bersarang dan mempergunakannya sebagai suatu format peraga untuk menggoda calon perempuan.Burung penenun adalah arsitek dari dunia burung. Tempat mencari makan burung ini adalah tempat bersemak, akasia berduri (Gupta, 1995).
Di alam suara burung ini terdengar melengking keras, diantara sarang sarang yang ada di tajuk tajuk pohon tinggi. Suaranya melengking dan bersahutan satu sama lain. Mengapa burung ini dimasukan ke dalam bangsa burung penyanyi, karena dalam kenyataannya burung ini dapat menyanyikan suara dengan merdu. Jika di alam yang terdengar hanya terdengar lengkingan suara burung manyar dengan volume tinggi, maka dalam perkembangannya ternyata burung ini dapat pula di master dengan suara burung lain. Suara master burung yang biasanya dapat diadopsi oleh burung ini adalah ciblek, kenari, prenjak dan lainnya.Bukan hanya dapat dimaster, burung ini juga dapat menjadi master bagi burung lain (Rasmussen & Anderton, 2005).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Lonchura striata atau biasa di kenal dengan nama burung pipit memiliki ukuran tubuh yang kecil, pemakan biji-bijian terutama padi, corak bulu jantan lebih mencolok di bandingkan dengan betina.
2. Columba livia atau di kenal dengan burung merpati memiliki cirri khas berupa sere pada bagian sebelum paruh, dapat menghasilkan “pogeon milk” yang sangat lebut dari luruhan temboloknya untuk nutrisi anak-anaknya.
3. Ploeus philippinus atau burung manyar merupakan burung yang terampil dalam membuat sarang sehingga di sebut juga burung tenun, corak jantan lebih mencolok jika dibandingkan dengan betina.
4. Pada umumnya burung jantan memiliki corak yang lebih mencolok daripada betinanya, karena warna yang indah pada jantan merupakan penarik perhatian bagi burung betina.
4.2 Saran
Pada praktikum ini di harapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam melakukan pengamatan dan pengukuran parameternya, objek yang di pakai saat praktikum juga harus representatif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2010. http://iptek-aves.blogspot.com/2010. 8 Mei 2011.
BirdLife International (2008). philippinus Ploceus . In: IUCN 2008. IUCN Red List of Species Terancam. Didownload pada tanggal 20 Mei 2009.
Brotowidjoyo, D.M. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Buffalo, N.P.1968. Animal and Plant Diversity. Prentice-Hall. Eglewoo Cliffs: New Jersey
Crome, Francis H.J. (1991). Forshaw, Joseph. ed. Encyclopaedia of Animals: Birds. London: Merehurst Press. hlm. 115–116. ISBN 1-85391-186-0
Djuhanda, T. 1983. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I. Armico. Bandung.
Gupta, KK (1995). "Sebuah catatan pada Baya, Ploceus philippinus bersarang pada Krishnachuda (Delonix regia) pohon". J. Bombay Nat. Hist. Soc:. 92 (1) 124-125.
Iskandar, J. 1989. Jenis Burung yang Umum di Indonesia. Djambatan : Jakarta
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Sinat Jaya : Surabaya
Kimball, J, W. 1999. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Kimball, J.W. 1983. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Mackinnon, J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali.Gadjahmada University Press: Yogyakarta.
Mackinnon, J.K, Philips and B.V. Balkh. 1998. Burung-Burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Seri Panduan Lapangan. Puslitbang Biologi-LIPI. Jakarta.
Mukayat, D. 1990. Zoologi Vertebrata. Jakarta. Erlangga.
Rasmussen PC & JC Anderton (2005) Asia. Burung Selatan. The Ripley Guide. Panduan Ripley. Volume 2 . Volume 2. Smithsonian Institution and Lynx Edicions. Lembaga Smithsonian dan Edicions Lynx. pp. 395. hal. 395.
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2009. Penuntun Praktikum Taksonomi Hewan
Vertebrata. Universitas Andalas. Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar